Tahukah kamu apa yang melatarbelakangi peristiwa pertempuran 10 November di Surabaya? Dalam sejarah Indonesia, pertempuran 10 November merupakan satu di antara sekian banyak pertempuran yang dilakukan oleh rakyat Indonesia melawan penjajah. Sesuai dengan namanya, pertempuran ini terjadi pada tanggal 10 November tahun 1945, di Surabaya.
Jika sebelumnya pertempuran yang sering dilakukan rakyat Indonesia untuk melawan Belanda atau Jepang, maka pertempuran 10 November di Surabaya ini memiliki lawan yang berbeda, yaitu pasukan Britania Raya atau Inggris. Meskipun hanya berlangsung sehari, tetapi pertempuran ini menelan korban jiwa yang begitu besar.
Saat kita perhatikan tanggal kejadiannya, maka pertempuran ini terjadi setelah Indonesia merdeka. Beberapa bulan sebelumnya, Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Mungkin, ada di antara kalian yang bertanya; "Kok masih perang? Bukannya sudah merdeka?"
Nah, karena itulah menarik untuk mengetahui latar belakang peristiwa pertempuran 10 November di Surabaya ini. Kami akan menguraikan faktor penyebab mengapa sehingga pertempuran Surabaya bisa terjadi, lengkap dengan materi-materi pendukung lainnya.
Baca Juga:
Yuk, berikut ini uraiannya...
Belanda memang tercatat sebagai bangsa yang paling lama berkuasa di Indonesia, yakni 350 tahun. Namun, kekuasaan itu harus berakhir setelah Jepang melancarkan operasi militernya di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Belanda menyerah kepada Jepang pada 8 Maret 1942 di Kalijati, esok harinya tanggal 9 Maret 1942 kekuasan Belanda resmi berpindah ke Jepang melalui Perjanjian Kalijati.
Untuk mewujudkan rencananya kembali menguasai Indonesia, serdadu Belanda yang tergabung di dalam NICA (Netherlands Indies Civil Administration) turut serta membonceng ke dalam pasukan Inggris yang menjalankan tugas AFNEI untuk melucuti tentara Jepang, membebaskan para tawanan perang, dan mengembalikan seluruh tentara Jepang ke negerinya.
Selain melakukan tugas AFNEI, ternyata pasukan Inggris juga menjalankan misi tambahan, yaitu mengembalikan status Indonesia sebagai wilayah administrasi Belanda atau sebagai negeri jajahan Belanda. Itulah sebabnya mengapa sehingga tentara Belanda bergabung dengan tentara Inggris untuk menjalankan misi ini.
Nah, dari sinilah semua petaka itu bermula. Tentu saja, pihak Belanda dan Inggris tidak menyangka akan mendapatkan perlawanan yang begitu sengit dari bangsa Indonesia, khususnya dari para arek Suroboyo.
Brigade 49 yang berada di bawah pimpinan Brigadir Jenderal Aubertin Walter Sothern Mallaby, mendarat di Surabaya pada tanggal 25 Oktober 1945. Brigade 49 mendapat tugas dari AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) untuk melucuti tentara Jepang dan menyelamatkan para tawanan perang. Kedatangan Brigade 49 disambut baik oleh pemerintah dan rakyat Indonesia. Pertemuan antara wakil-wakil pemerintah RI dengan Brigjend. A.W.S. Mallaby menghasilkan kesepakatan berikut:
Kejadian itu membuat rakyat Surabaya marah dan menyerang pos-pos Sekutu. Sementara itu, pada 27 Oktober 1945, pesawat terbang milik Inggris menyebarkan pamflet yang berisi perintah agar rakyat Surabaya dan Jawa Timur menyerahkan senjata rampasan perang dari Jepang. Suasana semakin kritis ketika Brigjend. Mallaby mengaku tidak tahu perihal penyebaran pamflet.
Pada jam 14.00 tanggal 27 Oktober 1945, terjadi kontak senjata pertama antara pemuda Surabaya melawan tentara Inggris. Pertempuran tersebut meluas menjadi serangan umum terhadap kedudukan Inggris di seluruh kota Surabaya selama dua hari.
Walaupun ada upaya untuk gencatan senjata, pertempuran tetap berjalan. Pemerintah RI di surabaya bersama Inggris kemudian membentuk Kontak Biro untuk menjaga daerah secara bersama-sama. Anggota Kontak Biro segera mendatangi lokasi-lokasi yang masih bertempur dengan maksud untuk menghentikan pertempuran.
Kontak Biro mendatangi Gedung Bank Internatio di Jembatan Merah tetapi gedung itu masih diduduki tentara Inggris dan dikepung oleh para pemuda Surabaya. Para pemuda mendesak pasukan Inggris untuk menyerah, tetapi Mallaby tidak mengabulkan permintaan itu sehingga terjadi insiden yang tidak diharapkan.
Insiden dimulai dengan tembakan-tembakan yang berasal dari pasukan Inggris di dalam gedung bank. Para anggota Kontak Biro segera mencari tempat perlindungan yang aman. Dalam insiden tersebut, Jenderal Mallaby ditemukan tewas sehingga Presiden Soekarno segera dihubungi oleh Komando Serikat. Pada 29 Oktober 1945 Presiden Soekarno bersama Jenderal D. C. Hawthorn, atasan Jenderal Mallaby, tiba di Surabaya.
Letnan Jenderal Sir Phillip Christison menuduh bahwa aksi pembunuhan Mallaby dilakukan oleh rakyat Surabaya, sedangkan Kontak Biro mengatakan bahwa Jenderal Mallaby tewas karena kecelakaan semata. Pihak Inggris lalu mendatangkan pasukan baru dibawah pimpinan Mayor Jenderal R.C. Mansergh.
Pada tanggal 7 November 1945. Mayjend. Mansergh menulis surat kepada Gubernur Jawa Timur R.A. Soerjo, yang memberitakan bahwa gubernur itu sudah tidak bisa menguasai kota Surabaya. Gubernur Soerjo membantah tuduhan, yang dituangkan dalam surat balasan kepada Mayjend. Mansergh, pada tanggal 9 November 1945.
Pada hari itu juga Sekutu mengeluarkan ultimatum agar seluruh pimpinan dan orang-orang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat-tempat yang telah ditentukan. Batas waktu ultimatum ialah pukul 06.00 tanggal 10 November 1945. Rakyat Surabaya marah. Justru mereka telah siap siaga dengan membuat pertahanan di dalam kota.
Komandan Pertahanan Kota Surabaya, Sungkono, mengundang seluruh unsur masyarakat untuk mempertahankan kota Surabaya dan menjaga kedaulatan Republik Indonesia. Salah satu pejuang asal Surabaya, Bung Tomo, membakar semangat masyarakat Surabaya untuk melawan Inggris lewat stasiun radio yang terletak di Jalan Mawar no. 4 Surabaya. Pertempuran terbuka akhirnya pecah pada tanggal 10 November 1945. Peristiwa ini kemudian selalu diperingati sebagai Hari Pahlawan Indonesia.
Menjelang senja, Inggris telah menguasai sepertiga kota. Surat kabar Times di London mengabarkan bahwa kekuatan Inggris terdiri dari 25 ponders, 37 howitser, HMS Sussex dibantu 4 kapal perang destroyer, 12 kapal terbang jenis Mosquito, 15.000 personel dari divisi 5 dan 6.000 personel dari brigade 49 The Fighting Cock.
David Welch menggambarkan pertempuran tersebut dalam bukunya, Birth of Indonesia. Berikuti ni kutipannya:
Hariyono yang semula bersama Soedirman kembali ke dalam hotel dan terlibat dalam pemanjatan tiang bendera dan bersama Koesno Wibowo berhasil menurunkan bendera Belanda, merobek bagian birunya, dan mengereknya ke puncak tiang bendera kembali sebagai bendera Merah Putih.
Ketika dirinya mengetahui Inggris telah menyebarkan ribuan kertas yang berisi agar Rakyat Surabaya tunduk, di situ Bung Tomo naik pitam. Dirinya merasa apa yang telah dilakukan Inggris adalah bentuk penghinaan. Lewat radio yang ia tukangi, Bung Tomo berorasi dan membakar semangat perjuangan Rakyat Indonesia untuk menolak tunduk.
Pertemuan pemuda dan kelompok bersenjata di Surabaya memutuskan mengangkat Sungkono sebagai Komandan Pertahanan Kota Surabaya dan mengangkat Surachman sebagai Komandan Pertempuran. Dari sini, muncul semboyan "Merdeka atau Mati" dan Sumpah Pejuang Surabaya sebagai berikut.
KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah serta kyai-kyai pesantren lainnya juga mengerahkan santri-santri mereka dan masyarakat sipil sebagai milisi perlawanan (pada waktu itu masyarakat tidak begitu patuh kepada pemerintahan tetapi mereka lebih patuh dan taat kepada para kyai/ulama) sehingga perlawanan pihak Indonesia berlangsung alot, dari hari ke hari, hingga dari minggu ke minggu lainnya. Perlawanan rakyat yang pada awalnya dilakukan secara spontan dan tidak terkoordinasi, makin hari makin teratur. Pertempuran ini mencapai waktu sekitar tiga minggu.
Pada tanggal 15 September 1945, sekutu mendaratkan tentaranya di Tanjung Priok yang disusul dengan pendaratan tentara sekutu yang dipimpin oleh W.R. Paterrson. Untuk menjalankan tugas di Indonesia, sekutu membentuk AFNEI denagn panglimanya Letjend Sir Philip Christison yang membawahi 3 pasukan divisi, yaitu divisi Jakarta, Surabaya, dan Sumatra.
Jenderal Mallaby adalah jenderal tertinggi di Jawa Timur. Ia tewas ketika mobilnya berpapasan dengan milisi Indonesia. Sebuah percekcokan salah paham terjadi sebelum akhirnya dua anggota bersenjata beda kubu itu saling melancarkan serangan.
Dari pihak Indonesia ada satu orang yang sampai sekarang tidak diketahui namanya yang menembak Mallaby hingga tewas. Tidak hanya itu, mobil Jenderal Mallaby juga terkena granat, dan akhinrya jenazah Mallaby sulit dikenali.
Setelah terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, penggantinya, Mayor Jenderal Robert Mansergh mengeluarkan ultimatum yang menyebutkan bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas. Batas ultimatum adalah jam 6.00 pagi pada tanggal 10 November 1945.
Demikianlah penjelasan tentang Latar Belakang Peristiwa Pertempuran 10 November di Surabaya. Bagikan materi ini agar orang lain juga bisa membacanya. Terima kasih, semoga bermanfaat.
Referensi:
Saat kita perhatikan tanggal kejadiannya, maka pertempuran ini terjadi setelah Indonesia merdeka. Beberapa bulan sebelumnya, Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Mungkin, ada di antara kalian yang bertanya; "Kok masih perang? Bukannya sudah merdeka?"
Nah, karena itulah menarik untuk mengetahui latar belakang peristiwa pertempuran 10 November di Surabaya ini. Kami akan menguraikan faktor penyebab mengapa sehingga pertempuran Surabaya bisa terjadi, lengkap dengan materi-materi pendukung lainnya.
Baca Juga:
Yuk, berikut ini uraiannya...
Peristiwa Pertempuran 10 November di Surabaya
Ternyata, kekalahan Jepang melawan sekutu yang dilanjutkan dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia, tidak serta merta membuat bangsa Indonesia lepas dari gangguan bangsa asing. Mengetahui Jepang telah menyerah, timbul niat Belanda untuk menancapkan kembali kekuasaannya di Indonesia.Belanda memang tercatat sebagai bangsa yang paling lama berkuasa di Indonesia, yakni 350 tahun. Namun, kekuasaan itu harus berakhir setelah Jepang melancarkan operasi militernya di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Belanda menyerah kepada Jepang pada 8 Maret 1942 di Kalijati, esok harinya tanggal 9 Maret 1942 kekuasan Belanda resmi berpindah ke Jepang melalui Perjanjian Kalijati.
Untuk mewujudkan rencananya kembali menguasai Indonesia, serdadu Belanda yang tergabung di dalam NICA (Netherlands Indies Civil Administration) turut serta membonceng ke dalam pasukan Inggris yang menjalankan tugas AFNEI untuk melucuti tentara Jepang, membebaskan para tawanan perang, dan mengembalikan seluruh tentara Jepang ke negerinya.
Selain melakukan tugas AFNEI, ternyata pasukan Inggris juga menjalankan misi tambahan, yaitu mengembalikan status Indonesia sebagai wilayah administrasi Belanda atau sebagai negeri jajahan Belanda. Itulah sebabnya mengapa sehingga tentara Belanda bergabung dengan tentara Inggris untuk menjalankan misi ini.
Nah, dari sinilah semua petaka itu bermula. Tentu saja, pihak Belanda dan Inggris tidak menyangka akan mendapatkan perlawanan yang begitu sengit dari bangsa Indonesia, khususnya dari para arek Suroboyo.
Latar Belakang Peristiwa Pertempuran 10 November di Surabaya
Pertempuran Surabaya terjadi pada 10 November 1945 tersebut merupakan rentetan dari peristiwa sebelumnya, yaitu perebutan senjata oleh para pemuda pada tanggal 2 September 1945. Perebutan senjata itu memicu pergolakan dalam masyarakat dan dalam waktu yang singkat berubah menjadi situasi revolusi. Saat pertempuran Surabaya terjadi, R. A. Soerjo menjabat sebagai Gubernur Jawa Timur.Brigade 49 yang berada di bawah pimpinan Brigadir Jenderal Aubertin Walter Sothern Mallaby, mendarat di Surabaya pada tanggal 25 Oktober 1945. Brigade 49 mendapat tugas dari AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) untuk melucuti tentara Jepang dan menyelamatkan para tawanan perang. Kedatangan Brigade 49 disambut baik oleh pemerintah dan rakyat Indonesia. Pertemuan antara wakil-wakil pemerintah RI dengan Brigjend. A.W.S. Mallaby menghasilkan kesepakatan berikut:
- Inggris berjanji bahwa di antara tentara mereka tidak terdapat Angkatan Perang Belanda.
- Kedua belah pihak setuju untuk saling menjaga keamanan dan ketentraman.
- Contact Bureau (Kontak Biro) akan dibentuk untuk menjamin, bahwa kerjasama dapat dilaksanakan dengan baik.
- Inggris hanya akan melucuti senjata tentara Jepang.
Kejadian itu membuat rakyat Surabaya marah dan menyerang pos-pos Sekutu. Sementara itu, pada 27 Oktober 1945, pesawat terbang milik Inggris menyebarkan pamflet yang berisi perintah agar rakyat Surabaya dan Jawa Timur menyerahkan senjata rampasan perang dari Jepang. Suasana semakin kritis ketika Brigjend. Mallaby mengaku tidak tahu perihal penyebaran pamflet.
Pada jam 14.00 tanggal 27 Oktober 1945, terjadi kontak senjata pertama antara pemuda Surabaya melawan tentara Inggris. Pertempuran tersebut meluas menjadi serangan umum terhadap kedudukan Inggris di seluruh kota Surabaya selama dua hari.
Walaupun ada upaya untuk gencatan senjata, pertempuran tetap berjalan. Pemerintah RI di surabaya bersama Inggris kemudian membentuk Kontak Biro untuk menjaga daerah secara bersama-sama. Anggota Kontak Biro segera mendatangi lokasi-lokasi yang masih bertempur dengan maksud untuk menghentikan pertempuran.
Kontak Biro mendatangi Gedung Bank Internatio di Jembatan Merah tetapi gedung itu masih diduduki tentara Inggris dan dikepung oleh para pemuda Surabaya. Para pemuda mendesak pasukan Inggris untuk menyerah, tetapi Mallaby tidak mengabulkan permintaan itu sehingga terjadi insiden yang tidak diharapkan.
Insiden dimulai dengan tembakan-tembakan yang berasal dari pasukan Inggris di dalam gedung bank. Para anggota Kontak Biro segera mencari tempat perlindungan yang aman. Dalam insiden tersebut, Jenderal Mallaby ditemukan tewas sehingga Presiden Soekarno segera dihubungi oleh Komando Serikat. Pada 29 Oktober 1945 Presiden Soekarno bersama Jenderal D. C. Hawthorn, atasan Jenderal Mallaby, tiba di Surabaya.
Letnan Jenderal Sir Phillip Christison menuduh bahwa aksi pembunuhan Mallaby dilakukan oleh rakyat Surabaya, sedangkan Kontak Biro mengatakan bahwa Jenderal Mallaby tewas karena kecelakaan semata. Pihak Inggris lalu mendatangkan pasukan baru dibawah pimpinan Mayor Jenderal R.C. Mansergh.
Pada tanggal 7 November 1945. Mayjend. Mansergh menulis surat kepada Gubernur Jawa Timur R.A. Soerjo, yang memberitakan bahwa gubernur itu sudah tidak bisa menguasai kota Surabaya. Gubernur Soerjo membantah tuduhan, yang dituangkan dalam surat balasan kepada Mayjend. Mansergh, pada tanggal 9 November 1945.
Pada hari itu juga Sekutu mengeluarkan ultimatum agar seluruh pimpinan dan orang-orang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat-tempat yang telah ditentukan. Batas waktu ultimatum ialah pukul 06.00 tanggal 10 November 1945. Rakyat Surabaya marah. Justru mereka telah siap siaga dengan membuat pertahanan di dalam kota.
Komandan Pertahanan Kota Surabaya, Sungkono, mengundang seluruh unsur masyarakat untuk mempertahankan kota Surabaya dan menjaga kedaulatan Republik Indonesia. Salah satu pejuang asal Surabaya, Bung Tomo, membakar semangat masyarakat Surabaya untuk melawan Inggris lewat stasiun radio yang terletak di Jalan Mawar no. 4 Surabaya. Pertempuran terbuka akhirnya pecah pada tanggal 10 November 1945. Peristiwa ini kemudian selalu diperingati sebagai Hari Pahlawan Indonesia.
Isi Ultimatim Sekutu
Seperti yang dikemukakan di atas, pihak Sekutu dalam hal ini Mayjend R.C. Mansergh selaku Pimpinan Komandan Tentara Sekutu, Jawa Timur, mengeluarkan ultimatum tetapi tidak dipatuhi oleh rakyat Surabaya. Berikut ini adalah isi ultimatin tersebut:- Semua sandera yang ditahan oleh orang Indonesia harus dikembalikan dalam keadaan baik
- Semua pemimpin Indonesia, termasuk pimpinan gerakan pemuda, kepala kepolisian, dan kepala dinas radio Surabaya harus melapor ke Jl. Batavia pada pukul 18.00 tanggal 9 November 1945. Mereka harus datang sendiri-sendiri dengan membawa senjata yang mereka miliki. Senjata-senjata itu harus diletakkan sejauh 100 yard dari tempat pertemuan yang disediakan. Setelah itu mereka harus mendekat dengan tangan di atas kepala, dibawa ke penjara, dan harus menandatangani sebuah dokumen penyerahan diri tanpa syarat.
- Semoa orang Indonesia yang berwenang menggunakan sejata dan yang memiliki senjata harus melapor kepada petugas di sepanjang jalan Westerbuitenweg, di bagian utara rel kereta api dan selatan mesjid atau di tempat pertemuan antara Dharmo Boulevard dan Goen Boulevard jam 18.00 tanggal 9 November 1945 dengan membawa bendera putih dan datang sendiri-sendiri. Mereka harus meletakkan tangan dengan cara sama seperti di atas dan menandatangani laporan. Setelah meletakkan tangannya, mereka diijinkan untuk pulang ke rumahnya masing-masing. Senjata dan peralatan perang akan diambil oleh polisi berseragam dan TKR reguler dan dikawal sampai selesai diperiksa oleh tentara sekutu dari polisi (Indonesia) yang tidak berseragam dan tentara reguler TKR
- Mereka yang diberi wewenang memanggul senjata hanyalah polisi yang tak berseragam dan tentara reguler TKR
- Akan diadakan pemeriksaan kota oleh tentara sekutu dan siapapun yang didapati memiliki senjata api atau menyembunyikannya akan dihukum mati.
- Usaha apapun untuk menyerang atau mengganggu tawanan interniran sekutu akan dihukum mati.
- Anak-anak dan wanita Indonesia yang ingin meninggalkan kota harus diijinkan mulai melakukannya pada pukul 19.00 tanggal 9 November 1945, dan hanya diperbolehkan melalui jalan ke Mojokerto atau Sidoardjo.
Kronologi Pertempuran 10 November Surabaya
Pada 10 November 1945 pagi, tentara Inggris mulai melancarkan serangan berskala besar, yang diawali dengan pengeboman udara ke gedung-gedung pemerintahan Surabaya, dan kemudian mengarahkan sekitar 30.000 infanteri, sejumlah pesawat terbang, tank, dan kapal perang.Menjelang senja, Inggris telah menguasai sepertiga kota. Surat kabar Times di London mengabarkan bahwa kekuatan Inggris terdiri dari 25 ponders, 37 howitser, HMS Sussex dibantu 4 kapal perang destroyer, 12 kapal terbang jenis Mosquito, 15.000 personel dari divisi 5 dan 6.000 personel dari brigade 49 The Fighting Cock.
David Welch menggambarkan pertempuran tersebut dalam bukunya, Birth of Indonesia. Berikuti ni kutipannya:
Di pusat kota pertempuran adalah lebih dahsyat, jalan-jalan diduduki satu per satu, dari satu pintu ke pintu lainnya. Mayat dari manusia, kuda-kuda, kucing-kucing, serta anjing-anjing bergelimangan di selokan-selokan. Gelas-gelas berpecahan, perabot rumah tangga, kawat-kawat telepon bergelantungan di jalan-jalan dan suara pertempuran menggema di tengah gedung-gedung kantor yang kosong.Perlawanan Indonesia berlangsung 2 tahap, pertama pengorbanan diri secara fanatik, dengan orang-orang yang hanya bersenjatakan pisau-pisau belati menyerang tank-tank Sherman, dan kemudian dengan cara yang lebih terorganisir dan lebih efektif, mengikuti dengan cermat buku-buku petunjuk militer Jepang.
Dampak Pertempuran 10 November Surabaya
Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya mendatangkan dampak bagi kedua belah pihak. Khusus bagi Indonesia sendiri, dampak pertempuran tersebut antara lain sebagai berikut:1. Dampak Positif
Dampak positif pertempuran 10 November di Surabaya adalah menjadi bukti bahwa Indonesia bisa bangkit melawan dan mempertahankan kemerdekaan. Selain itu, pertempuran ini juga membentuk jiwa nasionalisme bangsa Indonesia untuk menentang kembali dominasi Sekutu / NICA di Indonesia. Pertempuran Surabaya bisa menjadi motivasi bagi daerah-daerah lain yang ada di wilayah teritorial Indonesia untuk melakukan hal yang sama.2. Dampak Negatif
Indonesia kehilangan setidaknya 6.000-16.000 pejuang yang tewas dan 200.000 rakyat sipil yang mengungsi dari Surabaya. Pertempuran berdarah di Surabaya yang memakan ribuan korban jiwa tersebut telah menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat sipil menjadi korban pada hari 10 November 1945, maka Indonesia mengenang tanggal itu sebagai Hari Pahlawan sampai sekarang.Tokoh Pertempuran 10 November Surabaya
Berikut ini adalah tokoh-tokoh yang terlibat di dalam pertempuran 10 November di Surabaya, baik dari pihak Indonesia maupun pihak Inggris:1. Tokoh Pihak Indonesia
Tokoh dari pihak Indonesia antara lain sebagai berikut:Hariyono dan Kusno Wibowo
Hariyono yang semula bersama Soedirman kembali ke dalam hotel dan terlibat dalam pemanjatan tiang bendera dan bersama Koesno Wibowo berhasil menurunkan bendera Belanda, merobek bagian birunya, dan mengereknya ke puncak tiang bendera kembali sebagai bendera Merah Putih.
Bung Tomo
Ketika dirinya mengetahui Inggris telah menyebarkan ribuan kertas yang berisi agar Rakyat Surabaya tunduk, di situ Bung Tomo naik pitam. Dirinya merasa apa yang telah dilakukan Inggris adalah bentuk penghinaan. Lewat radio yang ia tukangi, Bung Tomo berorasi dan membakar semangat perjuangan Rakyat Indonesia untuk menolak tunduk.
Pertemuan pemuda dan kelompok bersenjata di Surabaya memutuskan mengangkat Sungkono sebagai Komandan Pertahanan Kota Surabaya dan mengangkat Surachman sebagai Komandan Pertempuran. Dari sini, muncul semboyan "Merdeka atau Mati" dan Sumpah Pejuang Surabaya sebagai berikut.
Tetap Merdeka!Kedaulatan Negara dan Bangsa Indonesia yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 akan kami pertahankan dengan sungguh-sungguh, penuh tanggungjawab bersama, bersatu, ikhlas berkorban dengan tekad: Merdeka atau Mati! Sekali Merdeka tetap Merdeka!
K.H Hasyim Asy'ari
KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah serta kyai-kyai pesantren lainnya juga mengerahkan santri-santri mereka dan masyarakat sipil sebagai milisi perlawanan (pada waktu itu masyarakat tidak begitu patuh kepada pemerintahan tetapi mereka lebih patuh dan taat kepada para kyai/ulama) sehingga perlawanan pihak Indonesia berlangsung alot, dari hari ke hari, hingga dari minggu ke minggu lainnya. Perlawanan rakyat yang pada awalnya dilakukan secara spontan dan tidak terkoordinasi, makin hari makin teratur. Pertempuran ini mencapai waktu sekitar tiga minggu.
2. Tokoh Pihak Inggris
Tokoh dari pihak Inggris antara lain sebagai berikut:Jenderal Sir Philip Christison
Pada tanggal 15 September 1945, sekutu mendaratkan tentaranya di Tanjung Priok yang disusul dengan pendaratan tentara sekutu yang dipimpin oleh W.R. Paterrson. Untuk menjalankan tugas di Indonesia, sekutu membentuk AFNEI denagn panglimanya Letjend Sir Philip Christison yang membawahi 3 pasukan divisi, yaitu divisi Jakarta, Surabaya, dan Sumatra.
Jenderal Mallaby
Jenderal Mallaby adalah jenderal tertinggi di Jawa Timur. Ia tewas ketika mobilnya berpapasan dengan milisi Indonesia. Sebuah percekcokan salah paham terjadi sebelum akhirnya dua anggota bersenjata beda kubu itu saling melancarkan serangan.
Dari pihak Indonesia ada satu orang yang sampai sekarang tidak diketahui namanya yang menembak Mallaby hingga tewas. Tidak hanya itu, mobil Jenderal Mallaby juga terkena granat, dan akhinrya jenazah Mallaby sulit dikenali.
Mayor Jenderal Robert Mansergh
Setelah terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, penggantinya, Mayor Jenderal Robert Mansergh mengeluarkan ultimatum yang menyebutkan bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas. Batas ultimatum adalah jam 6.00 pagi pada tanggal 10 November 1945.
Apa yang Melatarbelakangi Peristiwa Pertempuran 10 November di Surabaya?
Jadi, ada tiga hal yang melatarbelakangi terjadinya peristiwa pertempuran 10 November di Surabaya, antara lain sebagai berikut:- Tentara Sekutu melanggar kesepakatan dengan rakyat Surabaya
- Tewasnya Jenderal Mallaby
- Rakyat Surabaya menolak menyerah kepada Sekutu
Demikianlah penjelasan tentang Latar Belakang Peristiwa Pertempuran 10 November di Surabaya. Bagikan materi ini agar orang lain juga bisa membacanya. Terima kasih, semoga bermanfaat.
Referensi:
- Nana Nurliana Soeyono dan Sudarini Suhartono. 2008. Sejarah untuk SMP dan MTS. Jakarta: Grasindo.
- Dekker, N. 1980. Sejarah Revolusi Nasional. Jakarta: PN Balai Pustaka.
- Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia. 2008. Sejarah Nasional Indonesia.-cet.2-Edisi Pemutakhiran. Jakarta: PT Balai Pustaka.
0 komentar:
Post a Comment